Pencarian

Tugas utama manusia sebagai hamba adalah mengabdi.

Lalu tugas utama sebagai makhluk adalah membagi.

Dalam (ikhtiar) pelaksanaannya, kutemukan makna hidup: mencari.

Benar. Pencarian. Pencarian atas  segala hal.


100 kata.
Di setiap pagi, saya kerap mencari gelas biru favorit saya, yang tentunya sudah berisi susu hangat buatan Mamih. Pencarian berlanjut. Ndak susah. Hanya membantu Dora dan Boots mencari di mana rumah nenek atau gunung berada ketika dia bingung. Sesederhana itu.


1523 kata.
Ketika duduk di Taman Kanak-Kanak, saya selalu bingung saat ditanya bu guru mengenai cita-cita. Teman-teman sepantaran saya ingin jadi pilot, dokter, dan lain sebagainya. Saya tulis di buku perpisahan TK saya: Saya mau jadi pengusaha. Bukan, itu bukan hasil pemikiran saya. Tapi itu yang selalu jadi doktrin ayah saya , saya harus bisa jadi pengusaha mandiri, yang nggak terikat orang lain dalam hal pekerjaan. Belum seratus persen yakin-malah belum sepenuhnya mengerti. Tapi saya anggap, saya sudah menemukan apa yang saya cari. Tugas saya selanjutnya adalah mencari jalan pulang apabila tidak ada yang bisa menjemput saya dari sekolah yang hanya berjarak 100 meter dari rumah saya. (Iya emang alay)


3454 kata.
Ustadz-ustadzah luar biasa di SDIT Fithrah Insani membuat saya menopang dagu. Iya, masih terkait cita-cita (lagi). Saya senang menggambar, saya ikut banyak sekali lomba menggambar dan mewarnai kala itu. Saya senang bermain musik, saya aktif mengikuti les gitar saat kelas dua dan otodidak belajar keyboard saat kelas empat. Saya senang bernyanyi, sudah mengisi formulir audisi kompetisi menyanyi IDOLA CILIK yang setiap Sabtu dan Minggu tayang di RCTI. Saya senang public speaking dalam bahasa Inggris, ada kepuasan tersendiri bagi saya setiapkali tampil atau berlomba mengenainya. Tapi, saya nggak pernah suka satu hal secara spesifik-.
Di penghujung kelas enam, seminggu sebelum pemotretan untuk buku perpisahan, ada pendataan profil diri. Eh si kolom cita-cita muncul lagi. Karena semua guru tau saya suka menggambar, beliau-beliau selalu bertanya “Ardhina mau jadi arsitek ya?”. Okelah, saya tulis. Saya mau jadi arsitek.
Saya belajar bagaimana cara berkomunikasi dengan manusia lain. Saya sama sekali bukan tipe orang yang senang beramah-tamah dengan sesame. Tapi di perjalanan saya menyadari bahwa hal itu harus dilakukan, bukan perihal suka ndak suka, tapi butuh ndak butuh. Caranya belum maksimal. Saya tetap saja saya yang nggak akan pernah mulai mengajak orang lain ngobrol duluan. Tapi, lebih baik dari sebelumnya.


5987 kata.
SMP, Saya masuk pesantren semi salaf. Setiap sehabis subuh, sore dan malam hari saya dan kawan-kawan mengikuti pengajian kitab kuning. Saya banyak menemukan “OH” di fase ini. Yang pertama “oh” ini yang namanya kitab kuning. Pagi hingga siang hari, saya bersekolah seperti biasa. Super sibuk. Saya menemukan “oh” selanjutnya. “oh” ini rasanya jadi anak asrama. Jadwalnya padat, tapi saya penasaran, apa yang bisa saya lakukan lebih dari yang lainnya?
Sekolah saya-Darussalam- punya sebuah grup nasyid yang hits banget. Tiap tahunnya, ada audisi untuk jadi anggota, menggantikan anggota yang lulus (baca:regenerasi). Saya suka menyanyi, akhirnya saya coba-coba ikut audisi. Alhamdulillah, setelah sekian lapis tahap seleksi, saya lulus bersama dua orang kakak kelas yang terpaut tiga tahun usianya di atas saya. Otomatis, saya jadi yang termuda.
Grup nasyid ini sering diminta untuk mengisi acara-acara di dalam kota maupun luar kota: syukuran, event besar seperti penyambutan kepala pemerintahan sampai ke pernikahan. Saya bersyukur sekali, kala itu sudah bisa menerima “gaji pertama” saya.  Saya sempat berpikir, ‘apa nanti jadi penyanyi atau entertainer saja ya?’ Sekian lama waktu berjalan, suatu hari saya sadar kalau ternyata jadi ‘penyanyi’ atau entertainer itu melelahkan. Saya sering meninggalkan kelas ketika ada jadwal tampil. Saya harus selalu tersenyum walaupun lelah. I discover it as something not really me. Akhirnya saya menyadari, saya memang suka menyanyi, tapi bukan untuk orang lain. Akhirnya saya hapuskan cita-cita tersebut dari list keinginan saya. Saya mengambang. Sekarang saya harus mencari SMA mana yang akan saya tuju.


8098 kata.
Saya diterima di MAN Insan Cendekia Serpong. Produk kurikulum dua ribu tiga belas: penjurusan dilaksanakan di awal kelas satu. Saya masuk ke program IPS. Ndak masalah. Nilai matematika saya pertama kali di Insan Cendekia hanya 16, Padahal dulu saya anak olimpiade matematika :’ nyehehe. Saya nangis kejer, saya nggak pernah dapat nilai dibawah 80 lha yak ok ini tiba-tiba kepala satu.  Saya menyadari, ternyata mental blocking itu berperan penting. Saya kemudian mencari cara terbaik untuk bangkit, cara terbaik mengisi diri dengan ilmu, hingga cara terbaik bergaul dengan orang-orang luar biasa di sekitar saya. Meskipun, hasilnya tidak terasa dalam satu-dua hari. Saya jalani tiga tahun pencarian di Insan Cendekia dengan (sedikit) bersyukur, lebih banyak mengeluh. Astagfirullah.
Ketika pada akhirnya saya apply di Ritsumeikan APU pun, saya masih terus mencari. Apa ini jurusan dan universitas yang tepat buat saya? Namun, semakin hari mata saya semakin terbuka. Saya tidak sedang mencari nama universitas, jurusan, atau prestige semata. Saya mencari cara terbaik untuk membangun dan 
mendidik diri untuk mempersiapkan diri melakukan pencarian yang lebih dahsyat kedepannya.


10908 kata.
Saya mengumpulkan serpihan kaca yang saya temui di 18 tahun perjalanan ini. Kaca-kaca yang apabila disatukan saya harap bisa menguatkan saya, ‘mengisi’ saya juga, melatih diri menjemput kebijaksanaan. Saat ini, saya semakin menyadari, jawaban dari pencarian demi pencarian tersebut seringkali tidak sesuai dengan bayangan atau harapan saya. Jawaban-jawaban tersebut nggak jarang membuat saya jatuh dan menangis. Tetapi, saya yakin selalu ada yang bisa dipetik dari itu semua. Saya hanya selalu memohon untuk diberi kemudahan dalam memahami bahasa indah-Nya. Tidak dengan tinggal diam, namun juga dengan mencari makna dari semua yang terjadi.
Bukan, kini jawaban demi jawaban pencarian saya bukan hanya sekedar “saya ingin menjadi pengusaha karena saya suka” atau “saya ingin kuliah ke Jepang karena saya suka” tapi saya ingin menjadi orang yang selalu memainkan perannya dengan maksimal. Bagaimana?


12675 kata

Hehe Iya, tenang. Doakan saya masih bisa melanjutkan pencarian ini ya? Saya yakin masih banyak pencarian yang akan saya hadapi, yang tentunya bisa jadi batu asahan untuk kedewasaan saya. Pencarian makna hidup, pencarian kuliah S2, pencarian kerja, pencarian keyakinan, oh iya, pencarian jodoh juga ;)  wkwk. Bercanda ah..

Komentar

  1. Artikel yang kayak gini harusnya di share, pasti banyak terinspirasi sama nih tulisan,

    Hidup itu proses dhin, setiap orang punya prosesnya masing-masing, mungkin ada yg se-tahun, se-dekade, atau mungkin se-abad.. tapi yang paling penting ialah kita harus tahan, kita harus kuat, kita harus tahan banting menghadapi satu-persatu proses itu,
    INGAT!!!
    "Orang Sukses adalah Orang yang kuat saat menghadapi sebuah Proses."

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe bener rul. Asiik. Lanjutkan!
      btw makasih sudah berkenan bacaaa~

      Hapus

Posting Komentar